Akankah Menjadi Tradisi?
Pertengahan bulan lalu, dunia pendidikan kembali tercoreng dengan terjadinya lagi tawuran dikalangan pelajar. Para pelajar yang semestinya menjadi garda terdepan generasi penerus bangsa malah mengedepankan kekerasan fisik daripada intelektualitas. Para pelajar yang menggunakan seragam sekolah tapi bergaya seperti preman jalanan yang suka main hakim sendiri, merusak fasilitas umum bahkan melakukan kekerasan antar pelajar ini kembali menunjukkan aksi tawurannya. Kali ini bahkan bukan lagi antar pelajar melainkan melibatkan wartawan.
Pertengahan bulan september kemarin terjadi bentrokan antara siswa SMA 6 Jakarta dengan wartawan yang sedang meliput berita tentang tawuran yang terjadi antara siswa SMA 6 dengan siswa SMA 70. Seorang wartawan dikeroyok sejumlah siswa berseragam dan kaset berisi rekaman peristiwa tawuran juga ikut dirampas. Aksi anarkis ini langsung memicu kecaman dari berbagai pihak, mereka mengecam tindakan kekerasan di dunia pemdidikan. Hal ini menjadi pertanyaan banyak orang dan banyak pihak. Mengapa tidak? Bayangkan saja tawuran itu terjadi justru di lingkungan sekolahnya sendiri. Lalu saat kejadian itu berlangsung, kemanakah larinya para guru dan kepala sekolah?
Jika sudah seperti ini, pihak sekolah sepertinya harus 'berkaca' kenapa hal itu bisa terjadi pada siswanya. Selain itu, orang tua juga harus tetap membimbing anaknya agar tidak terjerumus hal seperti itu. Atau mungkin adakah yang salah dengan dunia pendidikan kita, sehingga fenomena tawuran ini seperti tidak ada habisnya? Jika sudah begini, maka pemerintahlah yang harus turun tangan langsung membenahi dunia pendidikan kita.
Kekerasan seperti tawuran tentu saja bukan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. Namun jika tawuran selalu terjadi berulang kali, akankah ini menjadi sebuah tradisi? Pada akhirnya tawuran hanya akan menghabiskan energi sia-sia tanpa bisa menghasilkan sebuah prestasi melainkan citra negatif dunia pendidikan.
Tauran pelajar, mengapa sering terjadi.
BalasHapus