PSSI, Timnas, dan Suporter
Kegagalan Timnas dalam ajang Piala AFF kemarin sepertinya tidak ada habisnya untuk dibahas. Tampil meyakinkan pada penyisihan grup sampai babak semifinal, tapi akhirnya kita harus menerima kenyataan kalah dari Malaysia. Walaupun pada final leg kedua Timnas kita menang 2-1, tapi Indonesia kalah agregat gol 4-2 dari Malaysia.
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh Timnas ketika babak penyisihan grup hingga babak semifinal nampaknya membuat terlena para pengurus PSSI. Mungkin hal itulah yang menyebabkan PSSI mau menerima banyak acara untuk Timnas seperti layaknya acara-acara seremonial tanpa memperhatikan dampaknya terhadap para pemain. Kunjungan makan siang ke rumah pejabat negara Aburizal Bakrie, undangan istighosah serta undangan makan malam yang diadakan oleh Menpora Andi Malarangeng di Kuala Lumpur adalah undangan yang diterima oleh PSSI untuk Timnas. Untuk acara makan malam yang diadakan oleh Menpora yang diadakan di Kuala Lumpur, pelatih Timnas Alfred Riedl menolak undangan tersebut karena para pemain harus menyiapkan diri untuk laga final leg pertama yang akan dilaksanakan keesokan harinya.
Seharusnya sebagai organisasi tertinggi sepakbola nasional, para pengurus PSSI mengerti kondisi para pemain Timnas yang akan bertanding. Mereka memang punya hak untuk mengadakan dan menerima acara-acara sebagai ungkapan kebanggaan pada Timnas. Tapi seharusnya itu dilakukan setelah final selesai dilaksanakan, bukan ketika akan menjalani laga final. Banyak yang menganggap apa yang dilakukan oleh PSSI itu adalah sebagai politisasi. Kita tahu bahwa ketua umum PSSI, Nurdin Halid adalah anggota partai Golkar dan Aburizal Bakrie adalah ketua umum paratai Golkar. Apakah hal itu yang membuat PSSI menerima undangan makan siang di rumah sang pejabat? Mungkin saja begitu, atau mungkin ini adalah salah satu cara Nurdin Halid mengamankan posisinya? Apa yang dilakukan NH kesannya seperti "meminta bantuan" kepada sang pejabat agar posisinya sebagai ketua umum PSSI "aman".
Tapi sepertinya tidak hanya politisasi yang menjadi faktor kegagalan Timnas. Sorotan media yang terlalu berlebihan terhadap keberhasilan Timnas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi. Banyaknya agenda wawancara yang harus dilakukan oleh para pemain Timnas sepertinya sangat mengganggu. setidaknya itulah yang diungkapkan oleh pelatih dan beberapa pemain. Mungkin sorotan media yang terlalu berlebihan itu membuat para pemain tertekan.
Kekalahan 3-0 Timnas atas Malaysia dan juga kegagalan menjadi juara membuat seluruh suprter dan penduduk Indonesia merasa sangat kecewa. Walau begitu mereka tetap bangga terhadap Timnas yang sudah bermain baik dan sudah berjuang untuk menjadi juara. Mereka berharap Timnas akan lebih baik lagi kedepannya dan bisa menjadi juara dalam ajang lainnya.
Sekarang kita tidak perlu saling menyalahkan siapa yang harus bertanggung jawab atas kekalahan Timnas. Kita harus tetap mendukung Merah-Putih apapun hasilnya, menang atau kalah. karena dalam setiap pertandingan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Timnas kita tetap menjadi juara, juara tanpa piala. Setidaknya kita kalah terhormat, itu masih lebih baik daripada menang dengan tidak terhormat.
Seharusnya sebagai organisasi tertinggi sepakbola nasional, para pengurus PSSI mengerti kondisi para pemain Timnas yang akan bertanding. Mereka memang punya hak untuk mengadakan dan menerima acara-acara sebagai ungkapan kebanggaan pada Timnas. Tapi seharusnya itu dilakukan setelah final selesai dilaksanakan, bukan ketika akan menjalani laga final. Banyak yang menganggap apa yang dilakukan oleh PSSI itu adalah sebagai politisasi. Kita tahu bahwa ketua umum PSSI, Nurdin Halid adalah anggota partai Golkar dan Aburizal Bakrie adalah ketua umum paratai Golkar. Apakah hal itu yang membuat PSSI menerima undangan makan siang di rumah sang pejabat? Mungkin saja begitu, atau mungkin ini adalah salah satu cara Nurdin Halid mengamankan posisinya? Apa yang dilakukan NH kesannya seperti "meminta bantuan" kepada sang pejabat agar posisinya sebagai ketua umum PSSI "aman".
Tapi sepertinya tidak hanya politisasi yang menjadi faktor kegagalan Timnas. Sorotan media yang terlalu berlebihan terhadap keberhasilan Timnas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi. Banyaknya agenda wawancara yang harus dilakukan oleh para pemain Timnas sepertinya sangat mengganggu. setidaknya itulah yang diungkapkan oleh pelatih dan beberapa pemain. Mungkin sorotan media yang terlalu berlebihan itu membuat para pemain tertekan.
Kekalahan 3-0 Timnas atas Malaysia dan juga kegagalan menjadi juara membuat seluruh suprter dan penduduk Indonesia merasa sangat kecewa. Walau begitu mereka tetap bangga terhadap Timnas yang sudah bermain baik dan sudah berjuang untuk menjadi juara. Mereka berharap Timnas akan lebih baik lagi kedepannya dan bisa menjadi juara dalam ajang lainnya.
Sekarang kita tidak perlu saling menyalahkan siapa yang harus bertanggung jawab atas kekalahan Timnas. Kita harus tetap mendukung Merah-Putih apapun hasilnya, menang atau kalah. karena dalam setiap pertandingan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Timnas kita tetap menjadi juara, juara tanpa piala. Setidaknya kita kalah terhormat, itu masih lebih baik daripada menang dengan tidak terhormat.